7 Kemasan Makanan Tradisional Indonesia yang Autentik
Subsektor desain produk memiliki peran penting dalam memperkenalkan ragam produk ekonomi kreatif (Ekraf) Indonesia, termasuk kolaborasi dengan antar subsektor ekonomi kreatif, seperti subsektor kuliner. Salah satu contohnya adalah kolaborasi dalam membuat produk kemasan pada makanan maupun minuman yang lebih ramah lingkungan. Menariknya, kini banyak desain produk kemasan makanan yang terinspirasi dari pembukus makanan tradisional Indonesia.
Sebelum bertebaran kemasan produk modern yang didominasi bahan plastik, sebenarnya banyak ragam kemasan makanan tradisional Indonesia yang memiliki bentuk autentik dan sudah digunakan sejak zaman dahulu. Tak hanya dari segi bentuk, kemasan makanan tradisional dari Indonesia juga jauh lebih ramah lingkungan karena menggunakan bahan-bahan alami yang berasal dari alam.
Berikut adalah ragam kemasan makanan tradisional Indonesia yang ramah lingkungan dan sudah digunakan sejak zaman dahulu:
Besek menjadi salah satu kemasan makanan tradisional yang cukup populer (Shutterstock/Bayu Dwi) |
Besek
Kemasan makanan tradisional yang ramah lingkungan berikutnya adalah besek. Sekilas, besek memiliki bentuk yang mirip dengan kemasan nasi kotak berbahan kertas karton. Bedanya, besek menggunakan anyaman bambu berwarna putih kekuningan, sehingga terlihat lebih autentik.
Menariknya lagi, besek termasuk kemasan tradisional yang dapat menjaga dan menyimpan makanan agar tidak cepat basi. Hal ini berkat pola anyaman pada besek yang menyisakan sedikit celah untuk udara. Dengan begitu, dapat mengurangi kemungkinan pertumbuhan bakteri pada makanan, akibat kelembapan yang tinggi.
Daun pisang
Kalau Sobat Parekraf amati, daun pisang menjadi salah satu daun pembungkus makanan yang paling umum dan populer digunakan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dari banyaknya makanan yang masih sering dibungkus daun pisang di era modern sekarang ini, seperti lontong, nasi bakar, nasi uduk, lemper, maupun arem-arem.
Selain karena mudah ditemukan dan harganya cenderung mudah, banyak keunggulan menggunakan daun pisang sebagai pembungkus makanan. Baik itu karena dapat memberikan aroma harum pada makanan, hingga dapat membuat makanan tidak cepat basi karena sifat antibakteri.
Daun jati
Sama halnya dengan daun pisang, daun jati turut menjadi salah satu bahan alami yang kerap digunakan sebagai kemasan makanan tradisional yang ramah lingkungan. Biasanya, penggunaan daun jati sebagai pembungkus makanan banyak ditemukan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Meski begitu, penggunaan daun jati untuk membungkus makanan tidak boleh sembarangan. Kita harus memilih daun jati muda yang hanya tumbuh 2 minggu dari pohon, berwarna hijau muda, dan tidak berlubang untuk menjaga kualitasnya. Jika digunakan dengan benar, penggunaan daun jati yang tepat sebagai pembungkus makanan alami dapat menambah cita rasa berkat aroma khas yang dikeluarkan.
Daun talas
Jarang terdengar, ternyata daun talas juga kerap menjadi pembungkus makanan tradisional khas Indonesia. Kemasan makanan dari daun talas ini umum digunakan di daerah Sumatra. Hal ini tentu berkat tekstur daun talas yang cukup kuat, sehingga cocok untuk membungkus makanan berat. Meski begitu, disarankan menggunakan daun talas yang sudah tua dengan diameter 15-20 cm, agar makanan yang dibungkus tidak tumpah.
Kendil sering digunakan sebagai wadah gudeg (Shutterstock/Fathur_Rohman) |
Kendil
Berikutnya ada kendil, yakni kemasan makanan tradisional yang terbuat dari tanah liat yang sudah melalui proses pembakaran. Penggunaan wadah tanah liat tidak hanya menciptakan penampilan yang lebih autentik, melainkan dapat membuat makanan terasa lebih nikmat.
Meski terlihat berat dan sulit untuk dibawa, penggunaan kendil sebagai kemasan makanan masih sering ditemukan di beberapa daerah. Seperti di daerah Yogyakarta yang masih kerap menggunakan kendil sebagai wadah oleh-oleh gudeg.
Pincuk
Kemasan makanan tradisional yang tidak kalah populer dan masih digunakan sampai sekarang adalah pincuk. Sebagai gambaran, wadah dari daun pisang yang dilipat menjadi segitiga atau menjadi sebuah kerucut, sehingga menyerupai mangkuk. Kemudian, pada salah satu sisinya akan ditusuk lidi sebagai “pengunci” agar bisa menjadi alas makan yang nyaman. Umumnya, pincuk digunakan sebagai pembungkus pecel, nasi liwet, hingga jenang tradisional.
Bongsang
Kalau Sobat Parekraf membeli tahu Sumedang, biasanya akan dimasukkan ke dalam wadah anyaman yang terbuat dari bambu. Ternyata, keranjang anyaman bambu tersebut merupakan kemasan makanan tradisional yang disebut dengan bongsang.
Berbeda dengan besek yang memiliki alas dan tutup, bongsang berbentuk seperti keranjang. Uniknya, keranjang bongsang memiliki diameter lingkaran yang melebar ke atas, dan memiliki rongga keliling yang cukup besar. Biasanya, di bagian dalamnya ditambahkan daun pisang. Saat ini penggunaan bongsang tidak hanya sebagai wadah tahu Sumedang saja. Melainkan juga kerap digunakan sebagai wadah ubi cilembu, maupun untuk membawa buah-buahan.
@Ragam Jatim