Kapal Tradisional Asli Indonesia Warisan Nenek Moyang
Dikenal sebagai negara maritim, tak mengherankan jika perahu atau kapal menjadi salah satu transportasi andalan di Indonesia. Ditambah lagi, menurut berbagai legenda yang ada, dan turut menginspirasi sebuah lagu anak-anak populer, dijelaskan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang pelaut. Hal ini makin diperkuat dengan banyaknya perahu atau kapal-kapal tradisional Indonesia yang sudah ada sejak zaman dahulu kala.
Sebenarnya, nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang pelaut yang tak bisa dipisah dari wilayah perairan yang sangat luas, serta menjadi mata pencaharian yang sangat potensial bagi para nelayan dan pelaut. Maka dari itu, dibutuhkan kapal-kapal tangguh untuk menunjang hal tersebut, dan dapat mengarungi lautan yang luas. Hebatnya, kapal tradisional Indonesia memiliki ciri khas yang menggambarkan fungsi dan dari mana kapal tradisional tersebut berasal.
Untuk mengenal lebih dalam tentang sejarah nenek moyang Indonesia, berikut beberapa kapal tradisional asli Indonesia yang tangguh:
Pinisi
Kalau mencari kapal tradisional Indonesia, pasti nama kapal pinisi akan muncul di urutan pertama. Kapal tradisional yang berasal dari Bulukumba, Sulawesi Selatan ini digunakan pelaut Suku Konjo, Suku Bugis, dan Suku Mandar. Konon, kapal pinisi menjadi salah satu bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang pelaut. Sebab, kapal pinisi diperkirakan sudah berlayar mengarungi lautan sejak tahun 1500-an.
Kapal pinisi sangat mudah dikenali, karena memiliki ciri khas berupa tujuh layar yang berkibar, serta dua tiang utama pada bagian di depan dan belakang kapal. Kapal pinisi tersebut dari kayu-kayu pilihan yang sangat kuat dan kokoh. Umumnya ada empat jenis kayu yang biasanya digunakan untuk membuat kapal pinisi, yaitu kayu besi, kayu bitti, kayu kandole, dan kayu jati. Kalau dulunya kapal ini digunakan untuk perdagangan, saat ini kapal pinisi kerap digunakan sebagai daya tarik wisata.
Sandeq
Merupakan perahu khas Suku Mandar dari Sulawesi Barat yang memiliki berbentuk langsing dan mungil, karena hanya memiliki lebar satu meter serta panjang sekitar 7 meter. Uniknya, walau bentuknya kecil, sandeq punya tiang layar yang tinggi mencapai 20 meter, dengan bentangan layar hingga 5 meter.
Walau bentuknya mungil, sandeq tetap memiliki kemampuan mengarungi lautan dengan sangat tangguh. Bahkan, sandeq dapat berlayar melawan arah angin, dengan teknik berlayar zigzag atau dalam bahasa Mandar disebut sebagai Makkarakkayi. Bentuk sandeq yang ramping memang membantu perahu layar bercadik ini lebih lincah dan memiliki kecepatan dibandingkan perahu layar lainnya.
Jalur
Riau juga memiliki perahu tradisional lainnya yang cukup unik, yakni jalur. Perahu ini terbilang unik, karena menggunakan kayu gelondongan alias kayu utuh tanpa sambungan. Konon, perahu jalur sudah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang masyarakat Kuansing sejak ratusan tahun silam, dan digunakan sebagai alat transportasi masyarakat yang tinggal sepanjang aliran Sungai Kuantan.
Kini, perahu jalur menjadi salah satu daya tarik wisata dari Kabupaten Kuantan Singingi yang dikenal dengan Festival Pacu Jalur. Hebatnya lagi, festival ini berhasil masuk dalam Top 10 Karisma Event Nusantara (KEN) 2024. Tak sekadar berlomba menjadi yang tercepat dalam kompetisi balap perahu tradisional saja, festival yang rencananya digelar pada 20-25 Agustus 2024 ini menjadi salah satu bentuk upaya melestarikan budaya dan tradisi leluhur.
Bidar
Selanjutnya ada perahu tradisional khas Indonesia yang berasal dari Palembang, Sumatra Selatan. Perahu bidar memiliki panjang sekitar 24-30 meter, lebar 75-100 cm, dan tinggi 60-100 cm. Dengan ukuran seperti itu, perahu bidar bisa menampung hingga 45-58 orang. Namun, menurut kepercayaan masyarakat Palembang, perahu bidar hanya bisa dinaiki pria saja.
Dalam bahasa Palembang, bidar berarti biduk lancar. Konon, zaman dahulu perahu ini digunakan untuk memperebutkan putri cantik bernama Putri Dayang Merindu. Legenda ini pun menjadi inspirasi sebuah festival budaya yang masuk dalam kalender Karisma Event Nusantara 2024: Festival Perahu Bidar, yang rencananya akan digelar pada 14-18 Agustus 2024 di Sungai Musi.
Pencalang
Kapal tradisional Indonesia yang kerap digunakan masyarakat Riau dan Semenanjung Melayu untuk berlayar dan mematai musuh. Hal ini sesuai dengan arti dari kata pencalang atau pantchiallang dalam bahasa melayu, yakni mengintai atau mengintip.
Menurut catatan sejarah dan relief pada Candi Borobudur, perahu pencalang sudah digunakan pada masa Kerajaan Majapahit. Kala itu digunakan untuk berdagang dan peperangan, karena melalui layar tinggi yang cocok untuk memata-matai musuh. Bahkan kapal pencalang juga menjadi simbol dan kendaraan resmi Kesultanan Siak Sri Indrapura. Kini, kapal pencalang menjadi maskot Provinsi Riau.
@Ragam Jatim