Update

Isyana: Dinasti Peralihan Mataram Kuno yang Terlupakan, Tapi Mengakar

Jika kita menelusuri jejak panjang sejarah Jawa Kuno, maka nama-nama besar seperti Sanjaya dan Syailendra kerap mendominasi perbincangan. Namun, ada satu dinasti yang kerap terlewat namun justru menjadi kunci peralihan penting dalam sejarah Mataram Kuno
Foto Ilustrasi Istimewa

RagamJatim.id
- Jika kita menelusuri jejak panjang sejarah Jawa Kuno, maka nama-nama besar seperti Sanjaya dan Syailendra kerap mendominasi perbincangan. Namun, ada satu dinasti yang kerap terlewat namun justru menjadi kunci peralihan penting dalam sejarah Mataram Kuno: Dinasti Isyana. Berdiri dari puing-puing ketegangan dua kekuatan besar sebelumnya, dinasti ini bukan sekadar pengisi ruang kosong, melainkan pembentuk arah baru kebudayaan, agama, dan kekuasaan di tanah Jawa. Lalu, bagaimana awal mula Dinasti Isyana berdiri?

Jejak Sejarah yang Terpendam: Prasasti dan Lontar Penyingkap Asal Usul

Jejak tertua keberadaan Dinasti Isyana dapat ditemukan dalam Prasasti Mpu Sindok, khususnya Prasasti Turyan (907 M) dan Prasasti Anjukladang. Prasasti ini mencatat tokoh penting bernama Mpu Sindok yang dikenal sebagai pendiri Dinasti Isyana. Ia mengakhiri kekuasaan wangsa Sanjaya di Jawa Tengah dan membawa pusat pemerintahan Mataram Kuno ke Jawa Timur, menandai babak baru dalam sejarah Nusantara.

Dalam Prasasti Turyan disebutkan bahwa Mpu Sindok menyebut dirinya sebagai Sri Isyana Vikramadharmatunggadewa, dari sinilah nama Dinasti Isyana diambil. Nama ini menunjukkan legitimasi spiritual dan politik yang diusungnya, sekaligus klaim atas kekuasaan dari tradisi terdahulu, namun dengan nafas baru.

Perpindahan Ibu Kota: Sebuah Strategi Politik dan Spiritual

Salah satu langkah krusial yang dilakukan oleh Mpu Sindok adalah memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke kawasan Jawa Timur, yang diduga kuat berada di wilayah antara Gunung Penanggungan dan Brantas Hilir, yang sekarang masuk kawasan Jombang, Mojokerto, dan sekitarnya. Perpindahan ini bukan tanpa alasan.

Sebagian peneliti sejarah, termasuk yang disebut dalam interpretasi atas Lontar Bujangga Manik dan Kitab Pararaton, menyebut bahwa perpindahan itu disebabkan oleh dua faktor utama: ancaman bencana alam (letusan Gunung Merapi) serta konflik internal-dinasti antara Sanjaya yang bercorak Hindu-Siwa dan Syailendra yang berhaluan Buddha-Mahayana.

Mpu Sindok, yang diduga berasal dari kalangan bangsawan penghubung dua dinasti ini, berhasil mengambil jalan tengah dengan mendirikan dinasti baru yang mengusung ajaran Hindu-Siwa namun tetap membuka ruang diplomatik bagi penganut Buddha, sebagai bentuk rekonsiliasi ideologis dan strategi meredam gejolak politik.

Antara Sanjaya dan Syailendra: Posisi Isyana dalam Struktur Kekuasaan Mataram

Dinasti Sanjaya dikenal dengan raja-raja pendukung ajaran Hindu Siwa seperti Rakai Panangkaran dan Rakai Pikatan. Sementara Dinasti Syailendra yang berasal dari India Selatan (kemungkinan Kalingga atau Palawa) lebih condong ke Buddha Mahayana dengan tokoh penting seperti Balaputradewa dan Samaratungga. Dua kekuatan ini silih berganti menguasai Mataram, bahkan beberapa ahli meyakini keduanya pernah bersatu lewat pernikahan politik.

Dinasti Isyana tampil sebagai kelanjutan dari garis Hindu Sanjaya, namun dengan pengaruh kuat atas toleransi Syailendra. Dalam Prasasti Pucangan (1041 M), disebutkan bahwa Dinasti Isyana adalah leluhur dari Airlangga, penguasa besar Jawa Timur, yang juga dikenal karena menyatukan kembali wilayah-wilayah yang pernah tercerai-berai setelah keruntuhan Medang.

Legitimasi Spiritual dan Kebudayaan: Rekonsiliasi Lewat Seni dan Sastra

Dalam aspek kebudayaan, Dinasti Isyana mendorong tumbuhnya karya-karya sastra klasik Jawa Kuno. Kitab-kitab seperti Kakawin Ramayana versi Jawa Kuno, Kitab Arjunawiwaha, dan banyak teks lontar dari era ini, merepresentasikan semangat baru yang menggabungkan spiritualitas Hindu dengan estetika lokal Jawa. Hal ini memperkuat legitimasi dinasti baru yang tidak sepenuhnya menghapus masa lalu, namun justru menyublimkannya ke bentuk baru.

Kesinambungan Hingga Medang dan Kahuripan

Mpu Sindok tidak hanya mendirikan dinasti, tetapi juga meletakkan fondasi kebijakan dan sistem pemerintahan yang stabil. Putrinya, Sri Isanatunggawijaya, menjadi penerus perempuan pertama yang memerintah di Jawa Timur, dan selanjutnya dinasti ini berlanjut hingga era Airlangga, yang kemudian membentuk Kerajaan Kahuripan.

Airlangga dikenal pula sebagai raja pembaharu yang membagi kerajaan menjadi dua wilayah besar, Panjalu (Kadiri) dan Janggala, langkah yang kelak membentuk peta geopolitik Jawa hingga berabad-abad kemudian.

Penutup: Dinasti Penghubung, Bukan Pengganti

Dinasti Isyana bukan sekadar babak baru, tetapi jembatan sejarah antara kekuasaan spiritual Sanjaya dan kejayaan administratif Airlangga. Dengan memadukan legitimasi spiritual, strategi politik, dan visi kebudayaan, Mpu Sindok dan para penerusnya telah membuktikan bahwa di tengah arus besar peradaban, mereka mampu meracik formula rekonsiliasi yang langgeng dalam naskah sejarah Jawa.

Hari ini, jejak Isyana masih terasa dalam sisa-sisa situs purbakala di Jawa Timur dan dalam ingatan kolektif masyarakat lewat mitos, legenda, dan hikayat rakyat.

Mungkin Dinasti Isyana bukan yang paling sering disebut dalam pelajaran sejarah. Namun justru dari celah-celah kecil itu, mereka menyusupkan makna besar bahwa peradaban sejati adalah yang mampu menyatukan, bukan memisahkan.
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar