Update

Sanjaya vs Syailendra: Dua Dinasti Mataram Kuno yang Bertarung demi Ajaran dan Tahta

Sejarah Jawa Kuno bukan hanya soal kerajaan dan candi. Ia adalah panggung benturan dua kekuatan ideologis besar: Hindu dan Buddha. Di balik kesunyian arsitektur megah seperti Candi Borobudur dan Prambanan, ada riwayat panjang pertarungan dua dinasti: Sanjaya yang teguh memeluk Hindu-Siwa, dan Syailendra yang menjunjung tinggi Buddha Mahayana.
Foto Ilustrasi Istimewa

RagamJatim.id
 - Sejarah Jawa Kuno bukan hanya soal kerajaan dan candi. Ia adalah panggung benturan dua kekuatan ideologis besar: Hindu dan Buddha. Di balik kesunyian arsitektur megah seperti Candi Borobudur dan Prambanan, ada riwayat panjang pertarungan dua dinasti: Sanjaya yang teguh memeluk Hindu-Siwa, dan Syailendra yang menjunjung tinggi Buddha Mahayana. Kedua dinasti ini membentuk tulang punggung kekuasaan Mataram Kuno, namun juga saling menggerogoti hingga keduanya lenyap dari peta sejarah.

Dinasti Sanjaya: Pewaris Kuno Leluhur Jawa

Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M) yang ditemukan di Gunung Wukir, nama Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya muncul sebagai pendiri dan tokoh utama Dinasti Sanjaya. Ia adalah penganut taat ajaran Hindu-Siwa dan memulai pembangunan kerajaan agraris yang kuat di Jawa Tengah bagian selatan, khususnya di daerah sekitar Gunung Merapi dan Merbabu.

Prestasi utama Dinasti Sanjaya:

Pusat Pendidikan Hindu-Siwa: Sanjaya dan penerusnya, seperti Rakai Panangkaran dan Rakai Pikatan, membangun pusat keagamaan Hindu di Prambanan dan sekitarnya.

Prasasti Mantyasih menyebut sederet raja Sanjaya sebagai pewaris spiritual dan politik di Mataram.

Candi Prambanan sebagai mahakarya Hindu terbesar di Asia Tenggara, dibangun di masa kekuasaan Rakai Pikatan.

Menegakkan pemerintahan berbasis kesusilaan, kasta, dan keadilan dalam sistem kerajaan berbasis Dharma.

Dinasti Syailendra: Kaum Buddha dari Selatan


Berbeda haluan, Dinasti Syailendra dikenal sebagai pendukung ajaran Buddha Mahayana. Asal-usul mereka masih misterius, namun banyak sejarawan percaya bahwa mereka datang dari wilayah Kalingga di India atau Sumatera, membawa misi spiritual dan kekuasaan ke tanah Jawa.

Prasasti Kalasan (778 M) menyebut nama Raja Syailendra yang mendirikan candi bagi Dewi Tara atas permintaan seorang guru Buddha bernama Guru Sangha. Dari sinilah terlihat bahwa mereka bukan hanya penguasa dunia, tetapi juga penjaga keyakinan agung.

Prestasi utama Dinasti Syailendra:

Pembangunan Candi Borobudur, monumen Buddha terbesar di dunia yang dibangun sekitar abad ke-8 hingga 9 M.

Diplomasi Laut: Berdasarkan Prasasti Nalanda di India, Balaputradewa seorang Syailendra bersekutu dengan Raja Pala di Benggala, membentuk jalur kekuatan Buddha internasional.

Penyebaran ajaran Buddha Mahayana secara damai dan artistik lewat karya-karya candi, arca, serta relief.

Konflik Dua Keyakinan: Hindu Vs Buddha di Tanah yang Sama

Konflik dua dinasti ini terjadi bukan hanya karena perbedaan ajaran, tapi juga karena perebutan legitimasi kekuasaan. Kedua dinasti tinggal berdampingan di wilayah yang sama: dataran Kewu hingga Kedu, namun dengan ideologi yang bertolak belakang.

Puncak konflik terjadi di era Rakai Pikatan (Sanjaya) dan Balaputradewa (Syailendra). Berdasarkan tafsir atas Prasasti Loro Jonggrang dan Prasasti Kayumwungan, terjadi perang saudara yang disebut sebagai "pertikaian agung di Mataram". Rakai Pikatan disebut menikahi Pramodhawardhani, putri Syailendra dari Samaratungga, namun kemudian menyingkirkan Balaputradewa melalui kudeta.

Balaputradewa melarikan diri ke Sumatera dan membangun Kerajaan Sriwijaya, sementara Dinasti Syailendra hilang dari Jawa. Inilah awal dominasi Dinasti Sanjaya kembali, namun dengan jejak Syailendra yang masih membekas lewat monumen keagamaan Buddha yang tetap dipelihara.

Akhir Dinasti dan Hancurnya Mataram Kuno di Tengah Bencana

Meski Dinasti Sanjaya berhasil menyingkirkan Syailendra, kejayaan mereka tak bertahan lama. Berdasarkan Prasasti Pucangan (1041 M) yang menyebut tentang perpindahan pusat kekuasaan oleh Mpu Sindok, diketahui bahwa kerajaan Mataram harus ditinggalkan karena bencana besar dugaan kuat adalah letusan Gunung Merapi dan banjir lahar dingin di Kali Progo dan Opak.

Sisa-sisa Dinasti Sanjaya dan Syailendra musnah bersama lumpur dan batuan vulkanik. Ibu kota kuno ditinggalkan, dan Mpu Sindok memindahkan kekuasaan ke Jawa Timur, mendirikan Dinasti Isyana sebagai kelanjutan dari Sanjaya.

Warisan yang Abadi: Bukan Sekadar Candi, Tapi Ideologi

Hari ini, jejak kedua dinasti itu masih tegak dalam bentuk Candi Borobudur dan Prambanan dua mahakarya arsitektur dan spiritualitas Nusantara. Borobudur berdiri sebagai representasi tertinggi pencapaian budaya Buddha, sedangkan Prambanan sebagai monumen keagungan Siwa.

Lebih dari itu, Sanjaya dan Syailendra telah menanamkan dua kutub pemikiran dalam sejarah Indonesia: pluralisme ideologis dan kompetisi budaya yang melahirkan kemajuan.

Sejarah bukan soal siapa yang menang, tapi siapa yang mampu meninggalkan jejak. Dalam hal ini, baik Sanjaya maupun Syailendra telah membuktikan bahwa perbedaan bukan alasan untuk saling lenyap, melainkan justru menciptakan peradaban agung di jantung tanah Jawa.
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar