Sejarah Pertama Kali Masuknya VOC di Indonesia: Dari Rempah ke Penjajahan
0 menit baca
RagamJatim.id – Sebelum negeri ini bernama Indonesia, tanah air kita sudah lama menjadi rebutan bangsa-bangsa besar dunia. Salah satu yang paling menentukan arah sejarah Nusantara adalah kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), kongsi dagang asal Belanda yang tak sekadar berdagang, tapi juga membuka jalan panjang bagi kolonialisme di bumi pertiwi.
Masuknya VOC ke Nusantara bukan sekadar kisah kedatangan kapal-kapal layar di pelabuhan tua. Ia adalah awal dari babak baru yang mengubah peta kekuasaan lokal, sistem perdagangan, hingga struktur sosial masyarakat di berbagai kerajaan pesisir.
Dari Kongsi Dagang ke Kuasa Maritim: Latar Sejarah VOC
VOC dibentuk pada 20 Maret 1602 oleh pemerintah Republik Belanda sebagai upaya menyatukan berbagai perusahaan dagang swasta yang sebelumnya saling bersaing. Berdasarkan Octrooi (piagam resmi kerajaan), VOC diberi hak istimewa yang mencengangkan: membentuk tentara, mendirikan benteng, mencetak uang, dan menandatangani perjanjian dengan penguasa lokal di Asia.
Dalam catatan De Oost-Indische Reize dan laporan pelayaran Cornelis de Houtman tahun 1596, wilayah timur yang kala itu dikenal sebagai Hindia Timur menjadi sasaran utama karena kekayaan rempah-rempahnya. Cengkeh, pala, lada, dan kayu manis dari Maluku dan Sumatra begitu bernilai tinggi di pasar Eropa.
Ekspedisi Pertama: Banten Jadi Pintu Masuk
VOC pertama kali menginjakkan kaki secara resmi di Nusantara pada tahun 1603, ketika armada mereka mendarat di pelabuhan Banten, bagian barat Pulau Jawa. Banten saat itu merupakan pusat perdagangan internasional yang ramai, dengan para pedagang Arab, India, Tionghoa, hingga Portugis.
Di kota pelabuhan ini, VOC membuka loji (kantor dagang) pertamanya, menyusup ke jaringan niaga rempah yang telah terbentuk berabad-abad. Meski diterima secara terbatas oleh Sultan Banten, kehadiran VOC membawa ketegangan karena mereka bersaing langsung dengan Portugis dan memicu ketidakstabilan politik lokal.
1605: Ambon, Titik Awal Dominasi
Namun jejak paling menentukan VOC justru terjadi dua tahun kemudian, di Ambon, Maluku. Pada tahun 1605, VOC berhasil merebut benteng Portugis di Ambon menandai awal dari dominasi militer dan politik mereka di kawasan rempah-rempah. Ini bukan sekadar pendirian pos dagang, tapi awal dari imperialisme terselubung.
Dokumen kuno seperti Dagregister Batavia dan laporan resmi Gubernur Jenderal Pieter Both menyebut bahwa pengambilalihan ini membuka jalan bagi VOC untuk memaksakan monopoli rempah, memaksa petani lokal menjual hasilnya hanya kepada mereka, dan menghancurkan tanaman pesaing yang tak sesuai kebijakan dagang VOC sebuah sistem brutal yang kelak disebut extirpatie.
Batavia: Dari Jayakarta ke Ibu Kota VOC
Langkah besar berikutnya adalah pendirian markas besar VOC di Batavia (kini Jakarta). Pada 1619, di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen, VOC menyerang dan menghancurkan kota pelabuhan Jayakarta yang saat itu berada di bawah perlindungan Kesultanan Banten. Kota itu kemudian dibangun ulang menjadi Batavia, yang dijuluki “permata Hindia Timur” oleh Belanda.
Batavia menjadi pusat kendali kekuasaan VOC di Asia Timur. Dari sinilah segala urusan dagang, politik, ekspansi militer, hingga kolonisasi dirancang dan dijalankan.
Strategi Kuno: Monopoli dan Adu Domba
VOC bukan hanya piawai dalam dagang, tapi juga dalam strategi geopolitik. Mereka menerapkan taktik lama yang disebut "devide et impera" memecah belah kekuasaan lokal agar mudah dikendalikan. Dalam Notulen Raad van Indië (risalah dewan Hindia Belanda), tercatat banyak perjanjian sepihak dengan raja-raja lokal yang akhirnya membuat kerajaan-kerajaan di Jawa, Maluku, hingga Sulawesi kehilangan kedaulatan secara perlahan.
VOC juga tak segan memaksa petani lokal di Banda dan Ternate untuk menyerahkan hasil panennya kepada mereka, bahkan menggunakan kekuatan senjata jika perlu. Banyak perlawanan muncul dari Kesultanan Mataram di Jawa hingga Perang Banda di Maluku namun perlengkapan senjata dan jaringan militer VOC terlalu kuat.
Penutup: Warisan dan Luka Sejarah
VOC beroperasi di wilayah Indonesia hingga akhirnya dibubarkan pada tahun 1799, setelah mengalami kebangkrutan akibat korupsi internal dan beban utang perang. Seluruh aset VOC diambil alih oleh pemerintah kolonial Belanda, yang kemudian secara langsung menjajah Indonesia hingga awal abad ke-20.
Namun jejak VOC tetap terasa hingga hari ini. Dari nama jalan, sistem birokrasi, hingga struktur sosial warisan kolonial masih mewarnai sejarah panjang bangsa kita.
Kata Redaksi:
Masuknya VOC ke Indonesia bukan sekadar kisah kongsi dagang asing. Ia adalah titik balik sejarah yang mengubah Nusantara dari pusat niaga maritim menjadi koloni kekuasaan barat. Mengenang sejarah ini bukan untuk membenci, tapi untuk memahami akar luka bangsa agar kita bisa menapaki masa depan dengan sadar dan berdaulat.