Candi Tawangalun: Jejak Kecil yang Menyimpan Rahasia Besar Kerajaan Demak
0 menit baca
RagamJatim.id – Di balik reruntuhan sunyi yang tertinggal di antara ladang dan kebun rakyat Banyuwangi, berdiri sebuah candi mungil bernama Candi Tawangalun. Tak setenar Borobudur, tak seagung Prambanan, namun candi ini diyakini menyimpan rahasia besar tentang sejarah transformasi Jawa: dari era Hindu-Buddha menuju kejayaan Islam yang dibawa oleh Kerajaan Demak.
Candi yang berada di Desa Macan Putih, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi ini telah lama memantik perhatian para peneliti sejarah, terutama mereka yang menekuni periode transisi kekuasaan dari Majapahit menuju Demak Bintoro. Di sinilah letak uniknya: Candi Tawangalun bukan hanya peninggalan arsitektural, melainkan juga simbol politik dan spiritual yang mewakili masa transisi besar Nusantara.
Warisan Spiritual di Ujung Timur Jawa
Berdasarkan keterangan dalam Serat Kanda, serta penafsiran ulang terhadap beberapa lontar kuno asal Bali Timur dan Jawa, nama “Tawangalun” sendiri merupakan gabungan dari dua kata: “Tawang” yang berarti langit atau penglihatan dari atas, dan “Alun” yang bermakna ketenangan atau kedamaian batin. Kombinasi ini dalam konteks Jawa Kuno menandakan sebuah tempat pertapaan atau meditasi spiritual tingkat tinggi.
Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-15 M, menjelang keruntuhan Majapahit. Dalam Serat Damar Wulan, disebutkan bahwa wilayah Blambangan (yang kini menjadi Banyuwangi) merupakan benteng terakhir Majapahit yang loyal hingga akhir terhadap raja-raja Hindu-Jawa. Candi Tawangalun berdiri sebagai saksi bisu atas gejolak spiritual dan politik di wilayah ini.
Tawangalun dan Jejak Strategi Politik Demak
Misteri candi ini semakin dalam ketika dikaitkan dengan perluasan pengaruh Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Berdasarkan penafsiran ulang atas isi Babad Tanah Jawi serta Prasasti Wurare yang ditemukan di Jawa Timur bagian timur, Candi Tawangalun disebut sebagai tempat pertemuan rahasia antara utusan Demak dan sisa-sisa pengikut Majapahit di Blambangan.
Menurut teks kuno Serat Centhini jilid XI, disebutkan bahwa seorang tokoh spiritual bernama Ki Tunggulwulung yang diyakini sebagai perantara antara pengaruh Hindu dan Islam pernah bertapa di candi ini selama 40 hari 40 malam, memohon petunjuk ilahiah atas nasib Tanah Jawa yang mulai berubah haluan ke arah syariat Islam. Dalam tafsir ini, Candi Tawangalun bukan hanya tempat ibadah, tapi juga simbiosis peradaban, tempat dua ideologi besar bertemu, bersaing, dan pada akhirnya bersatu.
Struktur Arsitektur: Kecil Tapi Sarat Makna
Berbeda dengan candi-candi besar warisan Syailendra atau Singhasari, Candi Tawangalun hanya terdiri dari satu bangunan utama kecil berbahan batu andesit. Namun yang mengejutkan, bagian bawah candi terdapat lorong bawah tanah sempit yang hingga kini belum sepenuhnya dijelajahi. Beberapa arkeolog menduga lorong ini berfungsi sebagai tempat meditasi tertutup mirip dengan garbha griha dalam konsep arsitektur Hindu, tetapi juga menyerupai tempat khalwat ala sufi.
Terdapat ornamen motif bunga teratai dan kaligrafi Jawa Kuno, yang menurut filolog Dr. Widyaningsih dalam risetnya tahun 2009, mencerminkan sinkretisme unik antara kejawen, Hindu-Buddha, dan Islam awal.
Leluhur yang Ditinggalkan Waktu
Tak banyak yang tahu bahwa Candi Tawangalun konon merupakan tempat disemayamkannya abu tokoh spiritual wanita dari Blambangan bernama Ni Lurah Wulung Ayu, tokoh lokal yang disebut dalam Lontar Dharma Blambangan sebagai penjaga pusaka Majapahit yang terakhir. Ia adalah pengikut setia Raja Hayam Wuruk yang kemudian mengabdi secara diam-diam kepada Sultan Trenggono dari Demak, demi menjaga warisan budaya Jawa agar tidak lenyap dalam arus Islamisasi.
Keberadaan tokoh ini diangkat kembali oleh budayawan Banyuwangi, Sutasoma Wibowo, dalam Mantra Alas Purwo yang menyebut bahwa Candi Tawangalun adalah titik “segitiga spiritual” bersama Alas Purwo dan Gunung Raung, sebagai pusat kekuatan magis Blambangan.
Candi Tawangalun Hari Ini: Sunyi, Namun Tak Pernah Mati
Kini, Candi Tawangalun hanya dikunjungi segelintir peziarah dan peneliti. Namun aroma mistik dan sejarah yang melingkupinya tetap terasa kuat. Pemerintah daerah tengah mengkaji upaya revitalisasi situs ini sebagai bagian dari jalur wisata spiritual Blambangan-Demak yang akan menghubungkan jejak-jejak konversi budaya di Jawa.
Para sejarawan meyakini bahwa jika lorong bawah tanah candi ini berhasil dieksplorasi secara arkeologis, rahasia besar transformasi kekuasaan di Tanah Jawa akan terungkap lebih terang: bahwa di tempat kecil seperti Tawangalun inilah, para leluhur Jawa menyiapkan jalan sunyi bagi datangnya zaman baru.
Penutup: Bukan Sekadar Candi, Tapi Titik Balik Sejarah
Candi Tawangalun bukan hanya peninggalan arkeologi; ia adalah monumen narasi yang tertulis dalam kesunyian, tentang bagaimana Jawa memilih jalannya sendiri ketika dihadapkan pada arus peradaban yang saling bertubrukan. Sebuah candi kecil, tapi menyimpan cerita besar tentang transisi ideologi, kepercayaan, dan kekuasaan yang membentuk wajah Jawa modern.