Update

Relief Candi Jawi dan Jejak Awal Peradaban Nusantara: Jejak Spiritualitas, Simbolisme, dan Jati Diri Leluhur

Tersembunyi anggun di kaki Gunung Welirang, Candi Jawi berdiri sebagai monumen bisu atas kejayaan spiritual dan kebesaran peradaban Jawa Kuno. Tidak hanya berfungsi sebagai tempat pemujaan, relief yang menghiasi tubuh candi ini sesungguhnya adalah lembaran batu dari kitab suci leluhur: narasi metaforis, kisah kosmologis, hingga kode-kode kebudayaan Nusantara yang terselubung dalam estetika ukiran.

RagamJatim.id
– Tersembunyi anggun di kaki Gunung Welirang, Candi Jawi berdiri sebagai monumen bisu atas kejayaan spiritual dan kebesaran peradaban Jawa Kuno. Tidak hanya berfungsi sebagai tempat pemujaan, relief yang menghiasi tubuh candi ini sesungguhnya adalah lembaran batu dari kitab suci leluhur: narasi metaforis, kisah kosmologis, hingga kode-kode kebudayaan Nusantara yang terselubung dalam estetika ukiran.

Namun, lebih dari sekadar ornamen, relief Candi Jawi menyimpan jejak awal terbentuknya jati diri Nusantara sebelum istilah "Indonesia" mewujud dalam wacana modern.

Candi Jawi: Pusaka Puncak Sinkretisme

Candi Jawi yang terletak di Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, dibangun pada akhir abad ke-13 Masehi oleh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari. Dalam Prasasti Wurare (1289 M), disebutkan bahwa candi ini bukan sekadar tempat suci, melainkan “Dharmasala Siwa-Buddha”, lambang harmonisasi antara dua ajaran besar yang menjadi fondasi spiritual Jawa kala itu.

Relief-relief di Candi Jawi mencerminkan ajaran Tantrayana, Mahayana, dan Siwaistik dalam satu tarikan napas. Penggambaran tokoh-tokoh dari Kitab Kunjarakarna, Sutasoma, dan Arjunawiwaha semuanya melambangkan nilai kebajikan, keberanian spiritual, dan pencapaian moksha.

Namun lebih jauh lagi, di balik narasi kitab-kitab itu, tersembunyi kode-kode sejarah tentang awal mula kebudayaan Nusantara yang tak bisa dilepaskan dari warisan simbolik para leluhur.

Relief Kunjarakarna: Cermin Dunia Bawah dan Dunia Atas

Salah satu relief paling penting di Candi Jawi adalah yang menggambarkan Kunjarakarna, tokoh dari kitab Buddhis Mahayana yang berupaya mencapai pencerahan melalui dunia arwah. Dalam konteks lokal, kisah ini diperkaya dengan nuansa kepercayaan arkaik masyarakat Austronesia di Nusantara tentang alam leluhur (metaphysical ancestral world).

Dalam Lontar Usana Bali dan Kakawin Kunjarakarna, dunia bawah tidak diartikan sebagai neraka, melainkan tempat penyucian. Gambaran ini paralel dengan keyakinan lokal pra-Hindu, seperti dalam tradisi megalitik Toraja dan Batak, yang mengenal konsep Puya atau dunia arwah sebagai bagian integral dari siklus kehidupan.

Relief Arjunawiwaha: Simbol Kemenangan Jiwa atas Raga

Relief lainnya yang menonjol berasal dari Kakawin Arjunawiwaha, karya empu Kanwa pada masa Airlangga abad ke-11. Kisah ini menampilkan Arjuna sebagai simbol ksatria spiritual, seorang pertapa yang menaklukkan godaan duniawi demi kemenangan dharma.

Citra Arjuna dalam relief ini bukan hanya representasi tokoh epik India, tapi telah “dijawa-kan” menjadi lambang raja ideal Nusantara. Nilai-nilai kejawen seperti manunggaling kawula lan Gusti (persatuan hamba dan Tuhan) terasa kuat.

Jejak Awal Nusantara dalam Ukiran Batu

Meskipun Candi Jawi berasal dari masa Singhasari, narasi-narasi di dalamnya melacak akar budaya jauh lebih tua. Beberapa simbol dan struktur naratifnya memiliki padanan dalam Prasasti Mulawarman (Kutai, abad ke-4 M) dan Prasasti Talang Tuwo (Sriwijaya, 684 M) yang juga menggambarkan kehidupan harmonis dengan alam, ritual penyucian, dan cita-cita dunia tanpa penderitaan.

Relief Candi Jawi bisa dikatakan sebagai ensiklopedia spiritual yang mengarsipkan nilai-nilai lokal sejak era pra-Hindu. Elemen-elemen seperti gunungan, naga, kalamakara, hingga padmasana dalam reliefnya menunjukkan perpaduan antara kosmologi lokal Austronesia, ajaran Hindu-Buddha, dan konsep spiritualitas Nusantara yang unik.

Serat Kuno dan Narasi Leluhur

Dalam Serat Pararaton, Candi Jawi disebut sebagai tempat abu Raja Kertanegara disucikan. Hal ini paralel dengan kepercayaan kuno bahwa tubuh fisik raja hanyalah wadag fana, dan yang abadi adalah roh yang manunggal dengan semesta.

Kitab Negarakertagama juga mencatat bahwa Candi Jawi adalah bagian dari rute ziarah suci yang dilakukan oleh Hayam Wuruk, raja Majapahit, untuk mengenang para leluhur dan pemimpin besar terdahulu. Ini menunjukkan bahwa relief dan bangunan candi bukan sekadar monumen, tapi media spiritual dan historiografi sakral.

Simpul Kultural Nusantara

Relief Candi Jawi bukan hanya ukiran seni, tetapi juga merupakan kode-kode kebudayaan yang menyatukan berbagai unsur: dari ajaran Buddha Mahayana, Siwaisme, hingga kepercayaan lokal pra-Hindu. Di sinilah letak keistimewaannya: menjadi saksi pertemuan arus budaya India dan akar kultural Nusantara.

Lebih dari itu, narasi relief ini mencerminkan semangat awal bangsa: keterbukaan, penyatuan perbedaan, dan pencarian harmoni antara manusia, leluhur, dan semesta. Inilah esensi dari jati diri Nusantara.

Kata Akhir

Candi Jawi, melalui relief-reliefnya yang rumit dan penuh makna, adalah kitab batu yang menyuarakan kebijaksanaan leluhur. Ia menyimpan narasi tentang awal peradaban Nusantara bukan sekadar catatan sejarah, melainkan kesaksian spiritual atas perjalanan jiwa kolektif bangsa ini.

Bila kita mampu membaca ukiran-ukiran itu dengan mata batin, maka akan tersingkap bahwa sebelum ada Indonesia sebagai negara, telah lahir sebuah peradaban bernama Nusantara yang jiwanya terpahat abadi dalam batu, dan rohnya hidup dalam kearifan lokal yang terus lestari hingga hari ini.
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar