Serat Lontar: Warisan Naskah Gaib Leluhur Nusantara dan Penjaga Sejarah Masa Lampau
0 menit baca
RagamJatim.id – Sebelum tinta dan kertas dikenal luas di Nusantara, para leluhur kita telah mewariskan tradisi tulis menulis dalam bentuk yang begitu sakral: serat dan lontar. Naskah-naskah ini bukan sekadar bacaan kuno, tetapi pemegang rahasia besar masa lampau ilmu, ramalan, kisah mistik, hukum adat, hingga ajaran kesaktian.
Lantas, apa sebenarnya serat lontar itu? Apa saja jenis-jenisnya, siapa para penulisnya, dan mengapa hingga kini serat lontar masih menjadi rujukan penting dalam penelusuran sejarah Nusantara? Artikel ini akan mengupasnya secara tuntas.
Apa Itu Serat Lontar?
Serat adalah istilah dalam bahasa Jawa untuk menyebut teks atau karya tulis kuno. Sedangkan lontar merujuk pada media tulis yang digunakan: daun pohon lontar (Borassus flabellifer) yang dikeringkan dan diukir dengan alat tajam, kemudian dihitamkan menggunakan jelaga untuk memperjelas tulisan.
Serat lontar bukanlah sekadar kumpulan tulisan, tapi naskah sakral yang sering disimpan di pura, kraton, atau rumah adat dengan ritual dan larangan tertentu. Ia tidak hanya mencatat sejarah, tapi juga menyimpan kearifan lokal, etika hidup, hingga ilmu-ilmu spiritual dan mistik yang tak tertulis di buku sejarah modern.
Jenis-Jenis Serat Lontar dan Isinya
Berikut ini beberapa jenis serat lontar paling terkenal dan isinya yang beragam, dari sejarah kerajaan hingga ajaran kebatinan:
1. Serat Calon Arang
- Isi: Kisah janda sakti dari Girah yang menguasai ilmu hitam dan menyebabkan pagebluk (wabah). Tokoh utama: Calon Arang, Mpu Bharada, Raja Airlangga.
- Era: Ditulis ulang pada era Majapahit akhir – awal Demak.
- Penulis: Tidak diketahui pasti, namun teks disalin ulang berkali-kali oleh para pujangga Jawa dan Bali.
- Makna: Simbol pertarungan antara ilmu hitam dan dharma, juga alegori kekuasaan yang menyimpang.
- Isi: Ensiklopedia kebudayaan Jawa – mulai dari seksualitas, kebatinan, masakan, musik, hingga filsafat hidup.
- Era: Masa Paku Buwono V (abad ke-19 M).
- Penulis: Disusun oleh tim penulis Kraton Surakarta, salah satunya R. Ng. Yasadipura II dan Kiai Muhammad Ilhar.
- Keistimewaan: Memuat ajaran Islam-Jawa, budaya mistik, serta kisah perjalanan spiritual Amongraga.
- Isi: Kisah peralihan dari Hindu-Buddha ke Islam di Jawa. Penuh sindiran terhadap kekuasaan baru dan glorifikasi Majapahit.
- Era: Pasca runtuhnya Majapahit – era Mataram Islam awal.
- Penulis: Tidak dikenal pasti, namun diperkirakan dari lingkaran pendeta Hindu terakhir.
- Kontroversi: Kerap dituduh anti-Islam, tapi sebenarnya menyuarakan kerinduan akan nilai-nilai lama Majapahit.
- Isi: Ilmu pengobatan tradisional Bali dan Jawa Kuno. Resep herbal, doa penyembuhan, dan cara mengusir roh jahat.
- Era: Tersusun sejak era Warmadewa (Bali Kuno) dan berkembang sepanjang era Majapahit.
- Penulis: Para Balian (tabib), Mpu pengobatan, dan ahli wariga.
- Isi: Ramalan dan kalender sistem bintang – penentuan hari baik dan buruk.
- Era: Dikenal sejak abad ke-9 M di Jawa Tengah dan Bali.
- Penulis: Para pawang waktu atau ahli wariga istana.
- Fungsi: Menentukan kapan membangun rumah, menikah, bertani, hingga berperang.
- Isi: Kronik raja-raja Singhasari dan Majapahit, dengan tokoh utama Ken Arok.
- Era: Diperkirakan ditulis abad ke-16 M, setelah Majapahit runtuh.
- Penulis: Anonim, kemungkinan pujangga istana di masa transisi ke Mataram.
- Nilai Historis: Meski dianggap campuran fakta dan mitos, Pararaton jadi sumber penting sejarah pra-Islam Jawa.
1. Mengisi Kekosongan Sejarah
Banyak periode sejarah Jawa, Bali, dan Nusantara tak terdokumentasi dalam bentuk prasasti atau artefak. Serat lontar menjadi jembatan naratif antar-zaman.
2. Memuat Perspektif Lokal
Berbeda dari catatan kolonial, serat lontar ditulis dari sudut pandang budaya lokal, lengkap dengan bahasa simbol, mitologi, dan ajaran spiritual.
3. Dipelajari oleh Sejarawan dan Filolog
Hingga kini, serat-serat ini masih jadi rujukan para peneliti dari Eropa, Indonesia, hingga Jepang. Nama-nama seperti Dr. Petrus Voorhoeve, Prof. I Gusti Ngurah Bagus, dan Dr. Nancy K. Florida turut mengalihaksarakan dan menafsirkannya.
Siapa Penulis Serat Lontar?
Serat dan lontar bukan ditulis oleh satu orang, melainkan diwariskan turun-temurun oleh:
- Para Mpu (brahmana, pujangga, ahli tapa)
- Prajurit rohani (cantrik, pendeta istana)
- Tabib, wariga, dan pawang desa
- Raja dan bangsawan, seperti Raja Jayabaya yang dipercaya meninggalkan ramalan dalam serat.
Berapa Banyak Serat Lontar yang Masih Ada?
Diperkirakan ada ribuan lontar dan serat yang tersimpan di:
- Museum Bali dan Gedong Kirtya (Singaraja)
- Kraton Surakarta dan Yogyakarta
- Koleksi pribadi keluarga trah bangsawan dan brahmana
- Digitalisasi naskah kuno oleh Perpustakaan Nasional dan Leiden University Library
- Serat Calon Arang
- Serat Centhini
- Serat Darmagandhul
- Serat Pararaton
- Lontar Usada dan Wariga
- Lontar Tutur Aji Sangsaya
- Lontar Kakawin Sutasoma dan Arjuna Wiwaha
Serat lontar bukan sekadar warisan tulisan, tapi napas terakhir dari peradaban Nusantara yang menjunjung tinggi pengetahuan, etika, dan spiritualitas. Di balik lembaran-lembaran tipis itu, tersimpan percakapan abadi antara masa lalu dan masa kini.
Jika kita ingin memahami akar sejarah, filosofi hidup, bahkan jati diri bangsa, maka membaca dan menghormati serat lontar adalah jalan sunyi yang tak boleh kita abaikan.
RagamJatim.id akan terus menelusuri naskah-naskah ini karena siapa tahu, di balik goresan pengutik di daun lontar itu, tersimpan jawaban dari teka-teki masa lampau yang selama ini luput dari buku pelajaran sejarah.