Update

Menyingkap Serat Lontar Centhini: Ensiklopedia Budaya Jawa dari Era Dinasti Mataram

Di balik lembaran daun lontar yang halus dan rapuh, tersembunyi sebuah warisan agung kebudayaan Jawa yang tak ternilai harganya. Serat Centhini atau yang sering disebut juga Suluk Tambangraras merupakan naskah kuno paling monumental yang pernah ditulis di Tanah Jawa.

RagamJatim.id
– Di balik lembaran daun lontar yang halus dan rapuh, tersembunyi sebuah warisan agung kebudayaan Jawa yang tak ternilai harganya. Serat Centhini atau yang sering disebut juga Suluk Tambangraras merupakan naskah kuno paling monumental yang pernah ditulis di Tanah Jawa. Bukan sekadar karya sastra, melainkan semacam “ensiklopedia hidup” yang merangkum hampir seluruh aspek kebudayaan Jawa klasik mulai dari filsafat, agama, erotika, hingga kuliner dan pengobatan tradisional.

Namun, tahukah Anda bahwa karya agung ini lahir dari perintah seorang pangeran keraton pada masa kejayaan Dinasti Mataram Islam?

Asal-Usul dan Latar Belakang Serat Centhini

Serat Centhini mulai disusun pada awal abad ke-19, tepatnya sekitar tahun 1814 M, pada masa pemerintahan Paku Buwono V, raja dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat, salah satu penerus Dinasti Mataram Islam yang saat itu telah terbagi menjadi dua pusat kekuasaan: Yogyakarta dan Surakarta. Paku Buwono V menugaskan putranya, Pangeran Adipati Anom Amengkunegara III (yang kelak naik tahta sebagai Paku Buwono VI), untuk menyusun sebuah karya yang mampu merangkum seluruh khazanah kebudayaan dan pengetahuan orang Jawa.

Tugas besar ini tidak dijalankan sendirian. Pangeran Adipati Anom dibantu oleh tiga pujangga keraton yaitu R. Ng. Yasadipura II, R. Ng. Ranggasutrasna, dan R. Ng. Sastradipura. Bersama-sama, mereka menyusun Serat Centhini dalam bentuk tembang macapat yang terdiri dari 12 jilid dan berisi lebih dari 720 tembang, menjadikannya salah satu karya sastra paling panjang dan paling kompleks dalam sejarah sastra Nusantara.

Makna di Balik Nama Centhini

Nama “Centhini” diambil dari salah satu tokoh utama dalam kisah ini, yakni Centhini, seorang perempuan cerdas dan penuh gairah spiritual yang kisah hidupnya menjadi pengikat seluruh bab dalam serat ini. Di dalam kisahnya, Centhini adalah pengasuh sekaligus penuntun tokoh utama, Jayengresmi, putra dari Sunan Giri yang mengembara demi mencari makna hidup dan pengetahuan sejati.

Namun jangan salah Serat Centhini bukan hanya tentang Centhini. Di dalamnya tergambar perjalanan spiritual, fisik, dan seksual dari para tokohnya yang menjadi alegori pencarian ilmu dan keutuhan jiwa manusia.

Isi dan Kandungan Serat Lontar Centhini

Serat Centhini bukan sekadar kisah fiktif yang menghibur. Ia adalah potret kompleks peradaban Jawa abad ke-18 dan awal abad ke-19. Berikut adalah cakupan tema-tema utama yang terangkum dalam karya ini:

1. Spiritualitas dan Keagamaan

Serat ini sarat dengan ajaran tasawuf, mistisisme Jawa, serta sinkretisme Islam-Hindu-Buddha. Tokoh Jayengresmi (juga dikenal sebagai Amongraga) melakukan perjalanan ke berbagai tempat suci, pesantren, pertapaan, hingga kerajaan-kerajaan untuk mendalami ajaran keislaman dan kearifan lokal.

2. Filsafat dan Etika Jawa

Setiap perjumpaan tokoh dalam kisah ini sarat dengan petuah filosofis. Serat Centhini membahas nilai-nilai kehidupan seperti kesabaran, keteguhan hati, pengendalian nafsu, dan makna hakiki dari kebahagiaan dan penderitaan.

3. Ilmu Pengobatan dan Ramuan Tradisional

Dalam beberapa bab, tercatat ratusan resep jamu tradisional, ramuan kesehatan, hingga ilmu pengobatan berbasis herbal. Bahkan, ilmu pertanian dan pengolahan bahan makanan pun turut disisipkan.

4. Seni Kuliner Jawa

Tak banyak yang tahu bahwa Centhini juga memuat dokumentasi masakan tradisional Jawa, seperti cara membuat serabi, jenang, gudeg, hingga hidangan istimewa keraton. Ini menjadikan Serat Centhini sebagai salah satu catatan kuliner tertua di Jawa.

5. Erotika dan Ilmu Kasmaran

Serat ini dikenal juga karena memuat pembahasan tentang hubungan seksual secara terbuka dan filosofis. Namun, bukan dalam konteks cabul, melainkan sebagai bagian dari spiritualitas dan penyatuan jiwa-raga. Dalam kebudayaan Jawa klasik, hubungan asmara adalah bagian dari harmoni kosmos.

6. Ilmu Tanpa Sekat: Astronomi, Arsitektur, dan Sastra

Serat Centhini juga mencatat perbintangan, pembangunan rumah, tata kota, serta seni tembang dan gending. Tak berlebihan bila disebut sebagai “ensiklopedia Jawa” karena nyaris tidak ada aspek kehidupan yang tak dibahas di dalamnya.

Nilai Historis dan Warisan Budaya

Serat Centhini tidak hanya berharga dari sisi isi, tapi juga dari konteks sejarah pembuatannya. Karya ini muncul di masa-masa genting pasca Perjanjian Giyanti (1755), ketika Dinasti Mataram telah dipecah oleh Belanda menjadi dua kerajaan. Dalam kekacauan politik dan identitas itulah, Centhini menjadi simbol pemeliharaan dan perlawanan kultural orang Jawa terhadap dominasi kolonial. Ia menjadi semacam kode budaya yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang menyelami kebijaksanaan Nusantara.

Kini, naskah asli Serat Centhini tersimpan dalam bentuk salinan lontar dan manuskrip kertas di berbagai museum dan perpustakaan, termasuk Perpustakaan Nasional RI, Keraton Surakarta, serta koleksi pribadi para pujangga dan kolektor budaya.

Penutup: Centhini sebagai Cermin Jiwa Jawa

Serat Lontar Centhini bukan hanya naskah kuno, tapi cermin jiwa masyarakat Jawa yang kompleks, halus, spiritual, dan penuh simbol. Di dalamnya, budaya tak dipisahkan dari agama, cinta tak dilepaskan dari ilmu, dan kehidupan tak sekadar untuk dijalani, tapi untuk dimaknai.

Bagi generasi masa kini, memahami Serat Centhini bukan soal nostalgia, tapi usaha untuk menyambung kembali benang emas kebudayaan yang kian rapuh digerus zaman.
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar