Madu Klanceng, Emas Cair dari Kaki Semeru
Lumajang, Ragamjatim.id - Siapa sangka dari sebatang bambu di pekarangan rumah bisa lahir inspirasi usaha yang bernilai puluhan juta rupiah? Begitulah kisah Andri Fahruzi, pemuda 22 tahun asal Desa Bedayu, Kecamatan Senduro, Lumajang. Dari sekadar iseng membelah bambu, ia menemukan madu klanceng yang mengubah jalan hidupnya.
Andri mengingat betul momen awal itu. Di sela aktivitasnya, ia melihat benih hitam berterbangan di bambu. Rasa penasaran membawanya membuka bambu tersebut, dan ternyata terdapat madu dalam jumlah banyak. Dengan kain seadanya, ia memeras madu hingga jernih, lalu menjualnya. Tak disangka, madu itu laku keras. Sejak saat itulah Andri yakin bahwa “emas cair” ini bisa jadi peluang.
“Awalnya iseng, tapi kemudian saya berpikir, kalau madu ini bisa bernilai rupiah, kenapa tidak dikembangkan lebih serius?” ujarnya dengan mata berbinar, Kamis (21/8/2025).
Motivasi Andri tidak berhenti pada keuntungan pribadi. Ia ingin mengembangkan potensi alam desanya, menciptakan lapangan pekerjaan bagi teman-teman sebaya, sekaligus menumbuhkan jiwa kewirausahaan sejak muda. Dukungan keluarga dan doa orang-orang terdekat menjadi energi besar yang membuatnya berani melangkah.
Perjalanan seriusnya dimulai pada 2020. Ia turun langsung ke lapangan untuk memastikan bahwa Desa Bedayu dan sekitarnya menyimpan potensi lebah klanceng yang melimpah. Keyakinannya semakin kuat setelah melihat banyak sarang di rumah-rumah warga. Dari riset kecil itu, lahirlah tekad besar untuk menjadikan budidaya lebah klanceng sebagai jalan hidup.
Tentu saja jalan tersebut tidak mulus. Modal terbatas, minimnya kepercayaan masyarakat, hingga tuntutan kreativitas menjadi tantangan di awal merintis. Namun Andri tak menyerah. Ia percaya, usaha ini bisa menjadi berkah bagi keluarganya sekaligus membawa dampak positif bagi desa. Bahkan, ia sempat menjadikan keuntungan dari madu sebagai bekal untuk menyelesaikan kuliahnya.
Kini, usaha kecil itu tumbuh besar. Di usia muda, Andri sudah memiliki 1.100 kotak lebah klanceng yang tertata rapi di pekarangan rumahnya. Dari jumlah tersebut, ia mampu memanen rata-rata 10 liter madu setiap bulan. Dengan harga jual Rp300.000 per liter, omzet yang dihasilkan bisa mencapai Rp3 juta per bulan.
Strategi pemasaran juga ia rancang matang. Media sosial menjadi jembatan untuk membangun kepercayaan konsumen, sementara tatap muka memperkuat ikatan dengan para reseller dan pelanggan setia. “Kepercayaan adalah modal utama. Kalau orang sudah percaya kualitas madu kita, pasar akan mengikuti,” katanya.
Tak hanya di Lumajang, produk Andri menembus Surabaya dan Malang. Pola konsumsi pun berbeda, warga lokal lebih sering membeli per botol harian, sedangkan konsumen luar kota cenderung membeli dalam jumlah besar tiap bulan. Perbedaan pola ini justru memperluas peluang pasarnya.
Budidaya lebah klanceng yang ia tekuni juga relatif ramah lingkungan. Prosesnya sederhana: menyediakan tempat yang kering untuk koloni, memindahkan bibit lebah dari bambu, hingga memastikan ada ratu lebah dalam kotak. Lebah klanceng sendiri menghasilkan madu dengan rasa asam dan tekstur encer, berbeda dari madu tawon yang manis dan kental.
Untuk menjaga kualitas, Andri memanfaatkan vegetasi bunga di sekitar rumah. Ia percaya, sumber pakan alami akan menghasilkan madu yang lebih murni. Kebersihan kotak lebah juga dijaga ketat agar debu tak masuk dan produktivitas tetap tinggi. Ancaman terbesar memang datang dari semut, namun pembersihan rutin menjadi solusi sederhana yang efektif.
Keberhasilan Andri tidak hanya dirasakan secara pribadi. Ia memanfaatkan sistem local leader di berbagai penjuru Lumajang untuk mengumpulkan bibit lebah dari rumah-rumah warga. Cara ini membuat usahanya berkembang pesat sekaligus memberi dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar.
“Warga merasa bangga karena potensi alam yang ada bisa bernilai ekonomi. Mereka ikut terbantu dari segi penghasilan,” ungkap Andri. Tak heran jika banyak pemuda desa kini mulai menekuni usaha serupa setelah melihat keberhasilan dirinya.
Lebih jauh, Andri bercita-cita membuka pelatihan budidaya lebah klanceng. Ia ingin menjadikan usaha ini bukan hanya milik pribadi, tetapi gerakan bersama yang menumbuhkan kemandirian ekonomi desa. Pelatihan itu nantinya akan mengajarkan teknik beternak, menjaga kualitas, hingga strategi pemasaran.
Harapan besar pun ia titipkan, agar lebah klanceng bisa menjadi komoditas unggulan Lumajang. Menurutnya, potensi di Desa Bedayu jauh lebih melimpah dibanding wilayah lain. Jika dikelola serius, madu klanceng bisa menjadi ikon daerah yang mampu bersaing di pasar nasional.
Bagi Andri, budidaya lebah bukan sekadar soal madu. Ia melihatnya sebagai simbol kemandirian, kerja keras, dan kolaborasi. Karena itulah ia selalu mendorong anak muda untuk berani memulai usaha dari hal kecil di sekitar.
“Anak muda jangan takut mencoba. Mulai dari apa yang ada, manfaatkan potensi sekitar. Kalau saya bisa memulai dari bambu di rumah, teman-teman juga pasti bisa,” pesannya penuh semangat.
Lima hingga sepuluh tahun ke depan, ia bermimpi usahanya semakin berkembang, dikenal luas, dan menjadi inspirasi bagi generasi muda lainnya. Andri ingin membuktikan bahwa desa bukan hanya tempat lahir, tapi juga ladang masa depan jika digarap dengan tekun.
Dari bambu sederhana di pekarangan, lahir sebuah usaha bernilai emas cair. Kisah Andri adalah cermin bahwa inovasi, keberanian, dan cinta pada potensi lokal bisa mengubah jalan hidup. Dari Desa Bedayu, madu klanceng kini bukan hanya manis di lidah, tetapi juga manis bagi masa depan.(*)
