Update

Calon Arang dan Mpu Bharada: Ketika Janda Sakti Menantang Kerajaan dan Menyulut Pandemi di Tanah Jawa

Di balik kisah pandemi dan kegelapan yang menghantui masyarakat Jawa Kuno, terdapat satu sosok yang tak lekang oleh waktu: Calon Arang. Bukan sekadar tokoh fiktif, ia hadir dalam naskah-naskah kuno yang menjelma mitos dan sejarah dalam satu tubuh. Lewat Serat Calon Arang, masyarakat Jawa diwarisi kisah tentang janda sakti dari Girah yang menguasai ilmu hitam, menantang negara, dan berhadap-hadapan dengan Mpu Bharada resi suci Majapahit yang memulihkan harmoni negeri.

RagamJatim.id
– Di balik kisah pandemi dan kegelapan yang menghantui masyarakat Jawa Kuno, terdapat satu sosok yang tak lekang oleh waktu: Calon Arang. Bukan sekadar tokoh fiktif, ia hadir dalam naskah-naskah kuno yang menjelma mitos dan sejarah dalam satu tubuh. Lewat Serat Calon Arang, masyarakat Jawa diwarisi kisah tentang janda sakti dari Girah yang menguasai ilmu hitam, menantang negara, dan berhadap-hadapan dengan Mpu Bharada resi suci Majapahit yang memulihkan harmoni negeri.

Asal-Usul Kisah Calon Arang: Bukan Dongeng Biasa

Serat Calon Arang merupakan salah satu naskah klasik yang ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa Kuno, yang kemudian ditranskripsi dalam berbagai bentuk, termasuk dalam lontar Bali. Salah satu versi yang paling dikenal berasal dari Lontar Calon Arang Bali yang dilestarikan di Puri Klungkung dan Puri Denpasar, serta dalam manuskrip dari era Majapahit akhir yang kini tersimpan di berbagai perpustakaan naskah kuno, termasuk di Leiden, Belanda.

Kisah ini berlatar pada masa pemerintahan Raja Airlangga (abad ke-11 M), penguasa Kerajaan Kahuripan salah satu pecahan dari wangsa Mataram Kuno. Diceritakan bahwa di sebuah desa bernama Girah (yang kini berada di sekitar Tulungagung, Jawa Timur), hidup seorang janda bernama Calon Arang. Ia dikenal sebagai pemilik ilmu pangleakan atau ilmu hitam yang sangat kuat, yang ia warisi dari praktik-praktik Bhuta Kala dan durga bhakti.

Calon Arang merasa kesal karena anak perempuannya, Ratna Manggali, tak kunjung mendapatkan jodoh. Ia pun murka pada masyarakat dan memanggil wabah melalui upacara pemujaan kepada Dewi Durga. Tak lama, desa-desa di Kahuripan dilanda penyakit misterius, kematian massal, dan kekacauan sosial. Ini bukan sekadar cerita mistis, melainkan cerminan tentang bagaimana rakyat Jawa dulu memaknai pandemi sebagai akibat dari ketidakseimbangan spiritual dan sosial.

Mpu Bharada: Simbol Pemulihan dari Krisis

Menghadapi kekacauan ini, Raja Airlangga memanggil Mpu Bharada resi agung yang dikenal memiliki kesaktian dan kebijaksanaan tinggi. Dikisahkan dalam serat tersebut, Mpu Bharada mengutus muridnya, Mpu Bahula, untuk menikahi Ratna Manggali. Strategi ini bukan hanya penyusupan, tetapi bentuk rekonsiliasi simbolik antara ilmu putih dan ilmu hitam, antara negara dan rakyat yang terpinggirkan.

Setelah mengetahui rahasia kekuatan Calon Arang dari kitab hitam miliknya, Mpu Bahula menyerahkannya kepada Bharada. Maka, terjadilah duel magis antara Bharada dan Calon Arang yang mengguncang alam semesta. Dalam versi Jawa dan Bali, duel ini digambarkan penuh dengan petir, mantra, dan ledakan energi gaib hingga akhirnya Calon Arang kalah dan kembali menyatu dengan tanah.

Lebih dari Sekadar Tokoh Antagonis

Jika ditelisik lebih dalam, Calon Arang bukan sekadar “penjahat wanita” dalam cerita klasik. Ia adalah simbol dari perempuan yang ditindas struktur sosial, tersingkirkan karena statusnya sebagai janda, lalu menemukan kekuatan dalam jalur spiritual alternatif. Ia bukan korban, tapi aktor dari zamannya dan karena itulah ia menjadi ancaman bagi tatanan.

Sementara Mpu Bharada merepresentasikan negara dan harmoni, Calon Arang adalah cermin dari kemarahan rakyat kecil, dari mereka yang merasa dikhianati oleh masyarakat. Inilah sebabnya, kisah ini terus hidup dalam berbagai pentas wayang wong, sendratari, dan lakon babad.

Lokasi Historis: Girah dan Petilasan

Desa Girah yang disebut dalam naskah tersebut diyakini berada di wilayah Kabupaten Tulungagung. Hingga kini, terdapat petilasan Calon Arang dan Mpu Bharada di sekitar sana, yang menjadi tempat ziarah masyarakat lokal. Meski dipenuhi mistik, lokasi ini juga menyimpan nilai sejarah penting tentang bagaimana masyarakat Jawa membingkai krisis dalam narasi spiritual.

Relevansi Hari Ini: Ketika Pandemi Menjadi Kisah Ulang

Cerita Calon Arang kembali mendapat sorotan sejak pandemi global Covid-19. Banyak yang melihatnya sebagai mitos yang selaras dengan situasi kekinian: tentang keresahan sosial, rasa tidak adil, dan harapan akan pemulihan. Mpu Bharada bukan sekadar tokoh masa lalu, tetapi simbol transformasi bahwa krisis dapat diatasi dengan pengetahuan, keberanian, dan ketulusan.

Referensi dan Sumber Naskah
  1. Lontar Calon Arang Bali – Koleksi Puri Klungkung dan Denpasar.
  2. Kitab Pararaton – Naskah sejarah Majapahit.
  3. Nagarakretagama – Meskipun tidak menyebut langsung, mengindikasikan era Bharada sebagai bagian penting dalam transisi spiritual Jawa.
  4. Penelitian Fakultas Sastra Universitas Udayana dan UI tentang transformasi naratif Calon Arang dalam teks Bali dan Jawa.
  5. Wawancara dengan budayawan Tulungagung dan pengurus petilasan Girah (2023)
Penutup Redaksi

Serat Calon Arang adalah warisan sastra dan spiritual yang mencerminkan wajah ganda budaya Jawa: mistik dan rasional, gaib dan nyata, kemarahan dan rekonsiliasi. Ia bukan dongeng pelipur lara, tapi cermin dari trauma kolektif masyarakat Nusantara yang terus belajar dari masa lalu untuk memahami masa kini.

RagamJatim.id—Menggali budaya, menelusuri jejak sejarah Jawa Timur, dari Girah hingga Majapahit.
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar