Isanatunggawijaya: Jejak Perempuan Tangguh dalam Dinasti Isyana dan Awal Kebangkitan Jawa Timur
0 menit baca
![]() |
Foto Ilustrasi Istimewa |
RagamJatim.id - Dalam lanskap sejarah Jawa Kuno yang kerap didominasi nama-nama raja lelaki, sosok Isanatunggawijaya mencuat sebagai pengecualian yang gemilang. Putri dari Mpu Sindok ini tak sekadar menjadi pewaris kekuasaan, tetapi juga pemimpin cerdas dan simbol kebangkitan politik serta budaya Jawa Timur pasca runtuhnya Mataram Kuno di Jawa Tengah. Lewat tangannya, Dinasti Isyana menancapkan pengaruh yang besar dan langgeng dalam sejarah Nusantara.
Latar Belakang: Darah Raja dan Warisan Mpu Sindok
Isanatunggawijaya lahir dari rahim Wulan Sri, permaisuri Mpu Sindok Raja terakhir Mataram Kuno yang memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke wilayah timur akibat letusan besar Gunung Merapi sekitar pertengahan abad ke-10. Sebagai satu-satunya anak perempuan dari raja yang mendirikan Dinasti Isyana, Isanatunggawijaya dibesarkan dalam lingkungan istana yang sarat nuansa politik, spiritualitas Siwa-Buddha, serta tradisi sastra dan hukum yang berkembang di sekitar daerah Tamwlang dan Watugaluh.
Menjadi Ratu: Transisi Kekuasaan yang Jarang Terjadi
Kisah naik tahtanya Isanatunggawijaya menjadi penanda penting dalam sejarah Jawa Kuno, sebab transisi kekuasaan kepada seorang perempuan sangat jarang terjadi. Sebagian besar prasasti menyebutkan bahwa ia memerintah bersama atau dalam struktur dualistik kekuasaan dengan suaminya, Rakai Makutawangsa Wardhana. Namun, dalam beberapa catatan seperti Prasasti Gedangan (tahun 950 M), Isanatunggawijaya ditulis sebagai tokoh yang memimpin langsung dan aktif menetapkan hukum serta perlindungan terhadap tanah perdikan.
Langkah ini menunjukkan bahwa perempuan dalam konteks kekuasaan Jawa Kuno tidak sekadar simbolis, melainkan betul-betul memainkan peran penting dalam pemerintahan.
Prestasi dan Kiprah: Politik, Budaya, dan Perlindungan Hukum
Isanatunggawijaya dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana. Ia aktif mengeluarkan prasasti-prasasti penting yang tidak hanya mencerminkan stabilitas kekuasaan, tetapi juga kepedulian terhadap rakyat kecil, terutama komunitas petani dan para rohaniawan.
Beberapa prestasi pentingnya antara lain:
Prasasti Gedangan (950 M): Memberikan status perdikan kepada desa-desa yang mendukung kegiatan keagamaan, yang menunjukkan perhatiannya terhadap keseimbangan antara kekuasaan negara dan kekuatan spiritual lokal.
Prasasti Pucangan (prasasti kelak yang menyebut silsilah keturunannya): Mengukuhkan keberadaan Dinasti Isyana yang berlanjut lewat anaknya, Sri Lokapala, dan cucunya, Airlangga, sebagai penguasa besar Jawa Timur kelak.
Kiprah Isanatunggawijaya juga terlihat dalam usahanya memperkuat sistem pemerintahan berbasis lokal (desa otonom), mempererat hubungan antara pusat dan daerah, serta menjaga kelangsungan tradisi keagamaan Hindu-Buddha sinkretis.
Warisan: Dari Ibu Sejarah ke Leluhur Penguasa Agung
Isanatunggawijaya tidak hanya menjadi pemimpin saat hidupnya, tetapi juga leluhur langsung dari Sri Airlangga raja besar yang membangun kembali kejayaan Jawa Timur setelah masa kekacauan akibat serbuan Raja Wurawari. Melalui darah Isyana, Airlangga memadukan kearifan nenek moyangnya dengan cita-cita modernisasi kerajaan berbasis hukum dan budaya sastra tinggi.
Dengan demikian, Isanatunggawijaya bukan hanya ratu yang berkuasa, tetapi juga ibu sejarah yang menjadi jembatan antara dua era penting: era pasca-Mataram dan kebangkitan Kahuripan.
Penutup: Simbol Emansipasi dan Keagungan Jawa Timur
Kisah hidup Isanatunggawijaya memberi pesan kuat tentang kapasitas perempuan dalam sejarah Nusantara. Ia bukan hanya pewaris kekuasaan, tapi pelaku utama dalam membentuk fondasi kejayaan Jawa Timur. Dalam sejarah yang jarang menampilkan tokoh perempuan secara utuh, kehadiran Isanatunggawijaya adalah pengejawantahan keagungan, kebijaksanaan, dan keluhuran kepemimpinan wanita.
Hari ini, sosoknya layak diangkat ke permukaan, bukan hanya sebagai catatan sejarah, tetapi sebagai inspirasi bahwa perempuan Jawa Kuno memiliki tempat terhormat dalam narasi besar Nusantara.