Update

Menyingkap Kerajaan Remah: Riwayat yang Terlindas Ombak Sejarah

Di balik gumuruh ombak Panarukan dan aroma asin dari nelayan yang pulang melaut, tanah ini menyimpan riwayat yang tidak tertera dalam buku sejarah. Bukan tentang Majapahit yang megah atau Mataram yang sakti. Melainkan tentang kerajaan-kerajaan kecil kerajaan remah yang lahir, tumbuh, dan lenyap bersama riak zaman di pesisir selatan Jawa Timur.
Foto Ilustrasi Kediaman bupati Situbondo

Situbondo, RagamJatim.id
- Di balik gumuruh ombak Panarukan dan aroma asin dari nelayan yang pulang melaut, tanah ini menyimpan riwayat yang tidak tertera dalam buku sejarah. Bukan tentang Majapahit yang megah atau Mataram yang sakti. Melainkan tentang kerajaan-kerajaan kecil kerajaan remah yang lahir, tumbuh, dan lenyap bersama riak zaman di pesisir selatan Jawa Timur.

Kerajaan-kerajaan ini bukan pusat dunia, bukan pula penentu takdir Nusantara. Tapi mereka adalah fondasi dari apa yang kita sebut hari ini sebagai “identitas lokal” warisan yang tak kasat mata, namun hidup dalam tradisi, nama kampung, dan cerita orang tua yang mulai dilupakan.

Jejak yang Tersembunyi di Pasir Waktu

Panarukan, yang kini dikenal sebagai kecamatan tenang di Kabupaten Situbondo, pernah menjadi pelabuhan vital pada abad ke-17. Di sini, bukan hanya lada dan garam yang berpindah tangan, tapi juga kekuasaan. Wilayah ini masuk dalam skema perluasan kekuasaan Mataram di bawah Sultan Agung ambisi besar yang pada akhirnya terbentur perlawanan keras dari Blambangan dan cengkeraman VOC.

Dalam bayang-bayang konflik itu, berdirilah kerajaan-kerajaan kecil. Tidak tercatat sebagai kerajaan formal dalam silsilah Jawa, tapi keberadaannya nyata dalam struktur sosial masyarakat pesisir. Mereka punya pemimpin, punya hukum adat, bahkan punya sistem pertahanan ala kadarnya. Inilah yang oleh sejarawan lokal disebut sebagai kerajaan remah pecahan kecil dari kekuasaan besar yang tak sempat bersuara.

Dari Petilasan ke Pelabuhan, dari Cerita ke Kesadaran

Sisa-sisa peradaban itu tak berupa candi megah atau prasasti batu. Yang tersisa hanyalah petilasan, batu nisan tua beraksara Arab-Pegon, dan cerita lisan yang diwariskan dari mulut ke mulut. Di Dusun Pesisir, misalnya, masih ada kepercayaan bahwa garis keturunan tetua desa berasal dari penguasa laut yang dahulu memegang kendali atas wilayah perairan dan perdagangan garam.

Sayangnya, narasi ini nyaris tak masuk dalam kurikulum sejarah. Ia kalah oleh hegemoni narasi besar tentang pahlawan nasional, kerajaan agung, dan perang-perang besar yang didokumentasikan pemerintah kolonial.

Padahal, sejarah lokal ini punya daya hidup yang kuat. Ia menyentuh keseharian: dalam tata letak desa, dalam tradisi ruwatan laut, dalam bahasa sehari-hari yang mencampurkan Jawa, Madura, dan Arab. Kerajaan remah itu tak hilang, hanya terselubung.

Ketika Rempah Menjadi Rebutan, Remah Jadi Korban

Panarukan dan sekitarnya juga masuk dalam peta perdagangan rempah dunia. Dalam catatan VOC, kawasan ini beberapa kali menjadi titik singgahan strategis. Tapi keuntungan itu tak dirasakan kerajaan remah. Mereka justru menjadi korban dari konflik antar kekuatan besar.

Perebutan rempah menjadikan kerajaan-kerajaan kecil ini sebagai pion. Ada yang dibakar, ada yang dipaksa tunduk, ada pula yang dilenyapkan secara administratif. Saat VOC masuk dengan perjanjian dan meriam, tak ada ruang bagi kekuasaan lokal untuk bersuara.

Menulis Ulang Sejarah dari Bawah

Kini, tugas kita bukan sekadar mengenang, tapi menyusun ulang peta ingatan. RagamJatim.id percaya, sejarah bukan milik mereka yang menang atau punya mesin cetak. Sejarah juga milik masyarakat pesisir yang menyimpan cerita dalam nyanyian pengantar tidur, dalam nama kampung yang diambil dari tokoh leluhur, dalam pantangan adat yang tak tertulis.

Kerajaan remah mungkin tak punya istana, tapi mereka mewariskan sesuatu yang lebih penting: kesadaran bahwa kekuasaan bisa hadir dalam bentuk yang sederhana dan bermartabat. Dan dalam dunia yang semakin lupa pada akar, kita harus berani menggali pasir waktu, menyusun remah-remah sejarah yang pernah terlindas ombak.

Penulis: Wisnu Ade Wijaya
Lokasi Liputan: Situbondo, Panarukan, Pesisir Selatan Jawa Timur
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar