Update

Terungkap Dari Semak Belukar: Misteri Candi Mendut Dan Arca Buddha Terbesar Di Nusantara

Di balik rerimbunan semak belukar di Magelang, Jawa Tengah, sebuah mahakarya peradaban kuno akhirnya kembali menatap langit Nusantara. Adalah Candi Mendut, yang menyimpan tidak hanya relief menawan, tapi juga arca Buddha duduk terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia. Dulu terkubur diam, kini ia jadi saksi bisu bangkitnya warisan spiritual era Wangsa Syailendra.

RagamJatim.id
– Di balik rerimbunan semak belukar di Magelang, Jawa Tengah, sebuah mahakarya peradaban kuno akhirnya kembali menatap langit Nusantara. Adalah Candi Mendut, yang menyimpan tidak hanya relief menawan, tapi juga arca Buddha duduk terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia. Dulu terkubur diam, kini ia jadi saksi bisu bangkitnya warisan spiritual era Wangsa Syailendra.

Dibangun sekitar abad ke-8 Masehi oleh Raja Indra dari Dinasti Syailendra, Candi Mendut adalah bagian dari triad candi suci bersama Candi Pawon dan Borobudur. Namun, Mendut punya keistimewaan tersendiri arca Buddha yang begitu megah, ditemukan dalam kondisi tertimbun dan tersembunyi selama berabad-abad.

Ditemukan dalam Hening, Dibangkitkan dari Abu dan Lupa

Penemuan kembali Candi Mendut pertama kali tercatat pada 1836, saat arkeolog Belanda J.G. de Casparis menulis tentang reruntuhan purbakala yang tersembunyi di bawah vegetasi liar dan tanah vulkanik. “Candi ini tak lebih dari gundukan batu kala ditemukan,” tulisnya dalam laporan arkeologi kolonial. Pemugaran dilakukan secara bertahap antara 1897 hingga 1925 oleh Theodoor van Erp, seorang insinyur militer yang juga merestorasi Borobudur.

Dr. Agus Aris Munandar, arkeolog Universitas Indonesia, menyebut bahwa proses pemugaran “tak hanya menggali kembali struktur candi, tapi juga menggugah kembali memori budaya umat Buddha Nusantara yang nyaris lenyap.”

Arca Buddha Raksasa: Lebih dari Sekadar Seni

Di dalam bilik utama Candi Mendut berdiri tegak arca Buddha Vairocana setinggi sekitar 3 meter, duduk bersila dalam sikap dharmachakra mudra posisi memutar roda dharma. Di sisi kanan dan kiri-Nya, dua Bodhisattva agung: Avalokitesvara (melambangkan welas asih) dan Vajrapani (kekuatan spiritual), masing-masing duduk dalam postur khas dengan kaki menjuntai ke bawah.

Menurut Prof. Dr. Edi Sedyawati, budayawan dan arkeolog terkemuka Indonesia, “Arca ini bukan sekadar patung. Ia adalah medium energi spiritual. Ukurannya yang luar biasa besar menunjukkan tingginya penghormatan terhadap Vairocana, simbol dari pencerahan tertinggi.”

Yang membuat temuan ini luar biasa adalah keutuhan dan kualitas pahatan. Di tengah ancaman alam, arca-arca ini tetap terjaga detailnya dari ekspresi wajah hingga motif jubah sang Buddha.

Relief dan Cerita Moral: Pesan dari Leluhur

Dinding luar Candi Mendut dipenuhi panel relief yang menggambarkan kisah-kisah Jataka dan Pancatantra dongeng moral dari India Kuno. Di antaranya kisah kura-kura dan bangau, serta seekor kera cerdik yang menipu buaya. Setiap relief mengajarkan kebijaksanaan hidup dan pentingnya kebajikan.

Namun yang paling menyentuh adalah keberadaan relief Dewi Hariti dan pancarannya sebagai simbol kesuburan dan pelindung anak-anak. Masyarakat sekitar hingga kini masih datang berziarah, berharap keturunan atau kesembuhan.

“Relief ini memperlihatkan betapa ajaran Buddha diadaptasi dengan sangat halus dalam konteks budaya lokal Jawa,” ujar Dr. Ratna Indraswari, peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta.

Keterhubungan Sakral: Garis Lurus Menuju Borobudur

Candi Mendut tidak berdiri sendiri. Ia tersambung secara spiritual dan topografis dengan Candi Pawon dan Borobudur dalam satu garis lurus imajiner. Para ahli percaya ketiga candi ini merupakan rute ritual suci umat Buddha dalam rangkaian upacara pencerahan.

“Saat upacara Waisak, para bhikkhu memulai perjalanan dari Mendut, lalu Pawon, dan berakhir di Borobudur sebagai simbol naiknya kesadaran spiritual,” terang Bhante Pannavaro.

Terkubur, Tapi Tidak Mati: Warisan yang Kembali Bersinar

Tak banyak yang tahu, di masa lalu, letusan Gunung Merapi, perubahan politik, dan masuknya agama baru menjadikan Candi Mendut terlupakan. Ia terkubur, tapi tidak mati. Kini, candi ini bukan hanya situs sejarah ia adalah ruang hidup yang dirawat kembali oleh generasi pewaris budaya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya kini terus mengembangkan narasi edukatif seputar Candi Mendut, termasuk digitalisasi relief dan penguatan sejarah lisan masyarakat setempat.

Penutup: Jika Batu Bisa Bicara...

Candi Mendut adalah bukti bahwa sejarah sejati tak pernah bisa dikubur selamanya. Di balik arca raksasa itu, ada semesta makna tentang spiritualitas, tentang keindahan, dan tentang bangsa yang pernah menjulang tinggi dalam kebijaksanaan.

Jika batu bisa bicara, maka arca di Candi Mendut telah lama ingin bersaksi: bahwa kemegahan bukan hanya soal ukuran, tapi tentang warisan jiwa yang bertahan melintasi zaman.

Editor: Tim Ragam Sejarah & Budaya RagamJatim.id
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar