Update

Ken Dedes: Perempuan yang Jadi Perebutan Takdir

Oleh Redaksi RagamJatim.id

Ia bukan perempuan biasa. Dari rahimnya lahir para raja. Tapi tak seorang pun bertanya apa yang dirasakannya saat kerajaan diperebutkan di atas tubuhnya sendiri.
Foto : Ilustrasi Ragamjatim.id

“Ia bukan perempuan biasa. Dari rahimnya lahir para raja. Tapi tak seorang pun bertanya apa yang dirasakannya saat kerajaan diperebutkan di atas tubuhnya sendiri.”

Dalam sejarah Jawa Kuno, nama Ken Dedes adalah legenda. Tapi ia bukan tokoh yang berdiri karena kekuasaannya sendiri. Ia dikenang karena menjadi poros dalam pusaran kudeta, ramalan, dan kelahiran sebuah dinasti. Di balik gelar ibu raja-raja, Ken Dedes adalah potret luka yang diabaikan dalam sejarah. Kisahnya ditulis dalam Pararaton namun tanpa suara, tanpa pilihan.

Mari kita urai seluruh kisah hidup Ken Dedes, berdasarkan sumber primer, dan kita dengarkan kembali suara yang selama ini tertimbun oleh keagungan sejarah lelaki.

Latar Sejarah: Jawa Timur Abad ke-13

Ken Dedes hidup di masa transisi antara kekuasaan lokal dan lahirnya kerajaan besar di Jawa Timur. Saat itu, wilayah Tumapel (sekarang sekitar Malang) berada di bawah kekuasaan Kadiri. Penguasanya, Tunggul Ametung, memerintah Tumapel sebagai akuwu (setingkat bupati) di bawah Raja Kertajaya.

Kitab Pararaton (abad ke-16), sebagai sumber utama, menuturkan kisah Ken Dedes dengan gaya campuran antara sejarah dan mitologi. Kendati demikian, ia tetap menjadi sumber primer tertua yang menyebut langsung nama Ken Dedes dan keterlibatannya dalam perubahan besar sejarah Jawa.

Ken Dedes: Putri Brahmana yang Diperistri Penguasa

Ken Dedes adalah putri Mpu Purwa, seorang brahmana dari Panawijen. Ia dikenal sebagai perempuan sangat cantik, hingga kabarnya disebut memancarkan "sinarnya sendiri." Di Pararaton disebutkan:

“Ken Dedes iku ayu sanget, katon cahyaning aji ing sakujuring angga.” Pararaton, Pustaka Raja-Raja.

Ia kemudian diperistri oleh Tunggul Ametung, seorang bangsawan Tumapel. Namun, kisah pernikahan ini penuh kontroversi. Disebut bahwa Tunggul Ametung menculik Ken Dedes karena tergila-gila akan kecantikannya. Ayah Ken Dedes, Mpu Purwa, disebut meninggal karena penghinaan dan tekanan dari pernikahan itu.

Di titik inilah, nestapa Ken Dedes dimulai: dijadikan istri dalam pernikahan yang tak setara, penuh tekanan, dan tidak disertai restu orang tua.

Ken Arok, Ramalan Wahyu, dan Pembunuhan Berencana

Ken Arok, seorang pengawal di Tumapel yang berasal dari kalangan rakyat biasa, melihat Ken Dedes saat sedang naik kereta. Saat pakaian Ken Dedes tersingkap oleh angin, Ken Arok melihat pancaran cahaya dari tubuhnya. Mpu Lohgawe, guru spiritualnya, mengatakan:

“Wahyu kedaton ana ing awaké Ken Dedes. Sapa sing bisa ngundhuh dheweke, bakal netesaké raja-raja.”

Karena meyakini ramalan itu, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dengan menggunakan keris buatan Mpu Gandring, melalui intrik yang rapi. Setelah itu, ia menikahi Ken Dedes dan mulai mengambil alih kekuasaan Tumapel.

Ken Dedes tidak punya pilihan. Ia menjadi janda dari korban pembunuhan, lalu menjadi istri dari pembunuh suaminya sendiri. Ia dijadikan jembatan politik, bukan sebagai pasangan, bukan sebagai manusia.

Menjadi Ratu Singhasari dan Rahim Kekuasaan

Setelah menikah dengan Ken Dedes, Ken Arok memproklamasikan kerajaan baru bernama Singhasari (1222 M). Anak Ken Dedes dari pernikahan sebelumnya, Anusapati, tinggal bersama mereka dan dibesarkan seperti anak sendiri.

Namun, luka dalam tubuh sejarah belum berhenti di situ. Ketika dewasa, Anusapati mengetahui bahwa ayah kandungnya dibunuh oleh Ken Arok. Maka ia membalas dendam dengan membunuh Ken Arok secara rahasia, dan merebut takhta Singhasari.

Nestapa berputar dalam lingkaran darah, dan Ken Dedes berdiri di tengahnya sebagai ibu dari pewaris takhta, sebagai istri dari pembunuh, dan janda dari dua lelaki yang saling bunuh.

Rahim yang Melahirkan Dinasti

Ken Dedes dianggap sebagai “perempuan asal” (founding mother) dari raja-raja besar Jawa Timur. Garis keturunannya melahirkan raja-raja Singhasari seperti Wisnuwardhana dan Kertanegara, dan bahkan kelak menyambung ke dinasti Majapahit lewat perkawinan politik.

Namun ironisnya, tak ada satu pun prasasti resmi yang mencatat suara atau peran aktif Ken Dedes. Ia hanya disebut lewat lisan, dalam tafsir spiritual, bukan dokumen pemerintahan.

Analisis Sejarawan dan Budayawan

Dalam studi Dr. Soekmono (Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia), disebut bahwa Ken Dedes adalah simbol dari peran perempuan dalam pewarisan kekuasaan di masa Jawa Kuno. Bukan sebagai pelaku aktif, tapi sebagai penghubung garis sakral.

Sejarawan seperti Denys Lombard (Le Carrefour Javanais) juga menilai Ken Dedes sebagai the sacred woman perempuan yang keberadaannya diperlukan untuk legitimasi politik, meskipun suara dan nasibnya ditiadakan dalam narasi kekuasaan.

Sumber-Sumber Primer dan Pendukung.

Pararaton (Kitab Raja-Raja), sumber utama kisah Ken Dedes, ditulis dalam bahasa Jawa Kuno.

Negarakertagama, karya Mpu Prapanca, meski tidak menyebut Ken Dedes secara langsung, mencatat garis keturunan yang berakar dari dinasti Singhasari.

Babad Tanah Jawi, walau bersifat semi-legendaris, memperkuat gambaran posisi perempuan dalam konteks pewarisan kuasa.

Studi modern: Soekmono, Slamet Muljana, Denys Lombard, Ann Kumar.

Penutup: Suara yang Tak Tertulis

Ken Dedes adalah rahim sejarah, bukan pengendali sejarah. Ia menjadi pusat dari perubahan besar, tapi tak pernah benar-benar memegang kendali. Nestapanya adalah gambaran luka perempuan yang ditarik ke medan politik tanpa kehendaknya.

Hari ini, ketika kita menafsir ulang sejarah, suara Ken Dedes perlu dibacakan kembali. Bukan sebagai simbol wahyu, tapi sebagai perempuan yang tak pernah diberi ruang memilih.
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar