Update

Menelusuri Jejak Sabdo Palon dan Prabu Brawijaya di Lereng Lawu: Antara Sejarah, Mitologi, dan Janji Nusantara

Di antara kabut tebal dan kabar mistis yang menyelimuti puncak Gunung Lawu, ada dua sosok abadi yang terus diperbincangkan dari generasi ke generasi: Sabdo Palon dan Prabu Brawijaya V. Kisah keduanya tidak hanya menjadi mitos lisan yang diwariskan para leluhur Jawa, tetapi juga jejak sejarah spiritual yang masih hidup, terutama di kawasan lereng Lawu yang menyimpan aura magis dan sisa-sisa narasi keruntuhan Majapahit.

RagamJatim.id
– Di antara kabut tebal dan kabar mistis yang menyelimuti puncak Gunung Lawu, ada dua sosok abadi yang terus diperbincangkan dari generasi ke generasi: Sabdo Palon dan Prabu Brawijaya V. Kisah keduanya tidak hanya menjadi mitos lisan yang diwariskan para leluhur Jawa, tetapi juga jejak sejarah spiritual yang masih hidup, terutama di kawasan lereng Lawu yang menyimpan aura magis dan sisa-sisa narasi keruntuhan Majapahit.

Kisah ini bukan sekadar dongeng rakyat. Dalam beberapa kitab kuno, naskah babad, lontar, hingga artefak budaya, keduanya digambarkan sebagai tokoh kunci dalam transisi besar Nusantara dari era Hindu-Buddha ke era Islam. Siapa sebenarnya Sabdo Palon? Benarkah Prabu Brawijaya moksa di Lawu? Dan mengapa hingga kini, nama mereka masih dijaga di tempat tertinggi pegunungan Jawa?

Dari Istana ke Puncak Lawu: Jalan Terakhir Seorang Raja

Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit, adalah figur historis yang tercatat dalam berbagai naskah klasik seperti Pararaton, Serat Kanda, dan Babad Tanah Jawi. Ia digambarkan sebagai penguasa yang bijak namun berada di tengah keretakan politik dan gelombang perubahan spiritual besar: Islam mulai menguat, sementara Majapahit sebagai simbol peradaban Hindu-Buddha mulai runtuh.

Dalam Serat Damarwulan dan Babad Tanah Jawi, disebutkan bahwa setelah keruntuhan Majapahit sekitar akhir abad ke-15, Prabu Brawijaya tidak gugur di medan perang, melainkan memilih bertapa dan mengasingkan diri di Gunung Lawu. Sebagian versi menyebut ia moksa - lenyap secara raga dan jiwa sebagai simbol kesempurnaan spiritual Jawa.

Sabdo Palon: Punjer Sejati, Penjaga Ruh Leluhur

Sosok Sabdo Palon, sang penasihat spiritual Prabu Brawijaya, muncul sebagai tokoh kontroversial sekaligus sakral. Dalam Serat Sabdo Palon dan Babad Sabdo Palon Noyo Genggong, ia digambarkan bukan hanya sebagai manusia, tapi perwujudan kekuatan leluhur Nusantara, penjelmaan Punjer Sejati, penjaga ajaran asli tanah Jawa sebelum kedatangan agama-agama luar.

Sabdo Palon dikenal sebagai danyang atau roh penjaga Gunung Lawu. Dalam naskah-naskah tua, ia menyampaikan “sumpah 500 tahun” bahwa ia akan kembali membangkitkan kebesaran Jawa dan ajaran leluhur Nusantara, suatu waktu di masa depan, setelah agama asli Jawa dianggap terkubur.

Kitab dan Lontar yang Merekam Jejaknya

Beberapa sumber kuno yang memperkuat narasi ini antara lain:

Serat Centhini: menyebutkan tempat-tempat ritual di Gunung Lawu, dan rujukan spiritual tentang “jalan kembali” menuju kesempurnaan Jawa.

Serat Darmagandhul: menyampaikan satire terhadap transisi kekuasaan spiritual Jawa dan menyebut Sabdo Palon sebagai penjaga warisan lama yang “tidak rela” ajarannya punah.

Lontar Bujangga Manik: menggambarkan jalur suci dan tempat pertapaan di sekitar pegunungan Jawa, termasuk Lawu, yang diyakini sebagai tempat para resik (suci) moksa.

Prasasti Candi Sukuh dan Cetho: keduanya berada di lereng Lawu, penuh simbolisme Tantra Jawa-Hindu, menggambarkan laku spiritual terakhir menuju moksa. Beberapa ahli meyakini candi-candi ini menjadi tempat transit spiritual Prabu Brawijaya.

Lawu: Gunung Suci dan Pintu Moksa

Gunung Lawu tidak hanya menjadi titik geografis, tetapi juga titik spiritual dalam kosmologi Jawa. Berbeda dengan gunung lain, Lawu disebut sebagai “gunung suci” tempat para raja dan resi terakhir menghilang. Ada keyakinan turun-temurun bahwa siapa pun yang mampu bertapa sempurna di puncaknya bisa menyatu dengan semesta.

Hingga kini, Petilasan Prabu Brawijaya di puncak Lawu, serta Pasarean Sabdo Palon di sekitar Hargo Dalem, menjadi tempat ziarah spiritual. Banyak pelaku laku prihatin (ritual tapa, tirakat, semedi) datang untuk mencari wahyu, ketenangan, bahkan petunjuk hidup.

Makna Simbolik: Antara Mitologi dan Kesadaran Budaya

Kisah Sabdo Palon dan Prabu Brawijaya bukan semata cerita gaib, tetapi refleksi transisi dan kegamangan budaya. Saat Jawa mengalami pergeseran spiritual besar, mitos ini menjadi “penyangga kultural” yang menjaga identitas leluhur.

Sabdo Palon bukan hanya sosok mitos, tetapi simbol resistensi budaya lokal, sedangkan Prabu Brawijaya adalah cermin dari penguasa bijak yang memilih moksa dibanding konflik. Keduanya mewakili dualitas Jawa: antara spiritualitas halus dan kekuasaan duniawi.

Penutup: Janji yang Belum Usai

Hingga hari ini, sumpah Sabdo Palon masih diyakini oleh sebagian spiritualis Jawa sebagai isyarat kebangkitan “jati diri Nusantara” bukan dalam bentuk politik, tetapi dalam bentuk kesadaran budaya dan spiritual yang menyatu dengan alam, leluhur, dan nilai luhur.

Dari lereng Lawu, jejak Prabu Brawijaya dan Sabdo Palon bukan sekadar mitos. Mereka adalah pusaka jiwa Jawa, yang tak akan punah meski tertutup kabut zaman.
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar